Dewan Guru Besar UGM pada Rabu 1 Februari pukul 10.00-12.00 WIB kedatangan tamu dari para peserta untuk berdiskusi lebih lanjut merumuskan gagasan menjadi aksi nyata dengan pendekatan Riset Aksi Partisipatif terkait hal kemiskinan di DIY. Acara ini dipimpin oleh M. Baiquni selaku Sekretaris DGB dan hadir dalam diskusi tindak lanjut ini Bambang Hudayana, Suharko, AB Widiyanto (Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan) dan Dharma Setiawan, Early Rahmawati, dan Alit Merthayasa. Menyusul hadir pula Rustamadji selaku direktur Pengabdian Kepada Masyarakat UGM.
Penanggulangan kemiskinan memerlukan program yang inovatif yang berbasis kekuatan sosial-budaya dalam masyarakat. Pengalaman membuktikan bahwa beberapa desa dan kelompok warga mampu melakukan penanggulangan kemiskinan dengan mengembangkan usaha desa dan usaha kelompok melalui pendayagunaan modal sosial, aset lokal, dan lifeskillnya. Kedepan program sebaiknya diarahkan untuk memperkuat prakrasa desa dan warga masyarakat dalam mengelola sumberdaya lokal menjadi ekonomi yang terkait dengan pelestarian ekosistemnya. Paradigma semacam itu menggerakkan program penanggulangan kemiskinan, dari pro-poor ke pro-job yang menggerakkan partisipasi dengan kekuatan sosial-budaya dalam mengatasi kemiskinan.
Secara metode, perdebatan garis kemiskinan merupakan bagian krusial dalam menetapkan penduduk miskin. Tanpa dukungan data pengeluaran dengan validitas tinggi garis kemiskinan dapat merubah kehidupan penduduk (di miskinkan karena data tidak valid). Oleh karena itu, dalam pengumpulan data pengeluaran diperlukan kecermatan dan penuh tanggung jawab dan perlu dilakukan secara secara teliti dan cermat. Para enumerator perlu ditraining terkait tehnik wawancara dan kepekaan terhadap situasi sosial di lapangan.
Dengan sistem kesejahteraan komunitas merupakan nilai-nilai yang mendasari sistem kehidupan sosial (kesejahteraan) yang diatur dengan ketentuan informal. Kebahagian tidak hanya diukur dengan nilai konsumsi yang lebih tinggi tetapi pada nilai-nilai mau berbagi dan saling menolong dengan sesama (sambatan gotong royong). Masyarakat Yogyakarta nilai konsumsinya relatif rendah tetapi hidup bahagia karena dukungan sistem sosial yang ada dalam masyarakat.
Diperlukan peta jalan (roadmap) dalam mengatasi kemiskinan baik pada tataran konsep dan metode, kebijakan dan program, hingga pelaksanaan dan pemantauan perlu disusun Bersama oleh segenap stakeholders. Sekalian jalan dilaksanakan kaji tindak partisipatif Bersama masyarakat melakukan Gerakan Tindakan nyata di lapangan. Pertemuan ini mensepakati untuk membuat gagasan atau semacam proposal kegiatan yang akan di bahas dan dilakukan kaji tindak di lapangan.
Merumuskan Rencana Aksi
Pertemuan lanjutan dilaksanakan pada Selasa, 7 Februari pukul 16.00-18.30 WIB di Café Sagan 20 Yogjakarta Fasilitator acara ini M. Baiquni dan Sugiharto yang memiliki bisnis café Sagan 20 mengajak sejumlah akademisi, praktisi bisnis dan pegiat masyarakat. Dalam pertemuan lanjutan ini hadir dari lembaga akademis seperti Pusat Studi Kawasan dan Pedesaan (Bambang Hudayana dan AB Widiyanto), Pusat Studi Pariwisata (Destha Titiraharjana), Pusat Studi Lingkungan Hidup (Pramono Hadi), Dharma Setiawan, Early Rahmawati, dan Alit Merthayasa juga dihadiri unsur bisnis UMKM, Pelaku birokrasi.
Diskusi lanjutan ini dirumuskan pemikiran untuk mengembangkan, menyamakan persepsi, mendorong kolaborasi, dan mengkristalisasi gagasan solusi atasi kemiskinan. Baiquni memulai dengan membahas peta paradigmatic analisis kemiskinan. Dilanjutkan dengan presentasi pengalaman Sugiharto, profil sebelum dan sesudah, analisis metode dan data, pengalaman kegiatan lapangan di Gunungkidul. Pengusaha yang gandrung pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat mengemukakan pengalamannya belasan tahun dari 1 hektar ke 5 hektar hingga kini berkolaborasi dengan pemerintah dan masyarakat telah menlestarikan dan memanfaatkan 300an hektar dapat ditindaklanjuti.
Kolaborasi segenap pemangku kepentingan Pemerintah, Pemda, Desa, Perguruan Tinggi, LSM, dan CSR perlu terus meningkatkan inovasi penanggulangan kemiskinan di DIY agar programnya lebih berhasil-guna. Ada 5 poin issu penting yang didiskusikan yaitu: Pangan (Ketahanan dan Kedaulatan Pangan), Kesehatan, Energi, Kebencanaan, Integritas. Selain itu, dibahas juga tentang Penguatan dan pengembangan Human Capital menuju 2045 perlu menjadi perhatian utama sehubungan dengan Society 5.0, yang didasarkan pada kedaulatan data, teknologi, dan kedaulatan intelektual yang berbasis pada kekuatan dalam negeri.
Baiquni mengatakan diskusi lanjutan yang akan dibahas terkait Pelembagaan, Akademik, kolaborasi DUDI, disampaikan kepada pemangku kebijakan agar menjadi gerakan aksi nyata sesuai peran masing-masing.
(Heru Sutrisno)
1. perbaikan metodologi utk menentukan by name by adfress
2. wajib belajar ditingkatkan jd 12th, bidik misi menjangkau seluruh warga miskin utk di semua PT diy
3. blt bpjs gratis seumur hidup bg lansia bukan pensiunan dan difable
4. semua umkm ada off takernya dan bantuan moda5. disinkronkan dg program pemda
1.delinking stratei, wajar12th, bidik misi, dana keistimewaan
2. blt abadi badi lansia, defable, duafa. pro job yg masih kuat
3. pengembangan umkm, off taker, .odal dll