Sabtu, (16/10/2021), Dewan Guru Besar menyelenggarakan seminar daring bertema Pemikiran Bulaksumur: “Jati Diri UGM sebagai Universitas Pancasila”. Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari Paguyuban Pensiunan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (Pagugama) yakni: Prof. Dr. Kaelan, MS Guru Besar Filsafat dan Prof. Dr. Sofian Effendi, MA., MPIA Guru Besar Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada. Seminar ini bertujan untuk menggali pemikiran para guru besar dan civitas akademika tentang konsepsi, filosofi, dan pengamalan Jati diri UGM sebagai universitas Pancasila. Dalam pengantar yang disampaikan oleh moderator Prof. Gunawan Sumodiningrat, M.Ec., Ph.D menjelaskan bahwa Pancasila merupakan mantra hidup. Pancasila sudah seharusnya menjadi jiwa dan jati diri bangsa Indonesia termasuk pada civitas akademika UGM. Untuk itu, dalam pemikiran Bulaksumur ini menjadi penting dibicarakan dan dibahas tentang arah pengembangan Jati diri UGM sebagai universitas Pancasila.
Dalam sambutannya, Ketua Dewan Guru Besar Prof. Dr. Ir. Mochammad Maksum, M.Sc menyampaikan bahwa “Pada dasarnya kita sebagai universitas sudah taat pada UUD 1945 dan Panacsila tetapi UUD 1945 dan Pancasila tidak ketemu, ketika mengikuti Pancasila dianggap tidak mengikuti UUD 1945, ketika mengikuti UUD 1945 dianggap tidak mengikuti Pancasila, karena ditemukan bahwa amandemen UUD 1945 dinilai mlengse dari cita cita proklamasi. Untuk itu estafet pemikiran menjadi penting dan UUD 1945 amandemen sudah seharusnya merujuk dan berpusat pada sumber dari segala sumber hukum yaitu Pancasila”.
Lebih lanjut Ketua Pagugama Prof. Dr. Siti Chammah Soeratno, MA, memberikan arah dan orientasi tentang posisi para guru besar di UGM masih memiliki komitmen dan merasa perlu terlibat berpartisipasi dan menyampaikan darma bakti kepada Universitas dan bangsa Indonesia. “Kita tergabung pada paguyuban guru besar universitas Gadjah Mada, berdiri awal Januari 2017, dalam paguyuban menyampaikan berbagai pemikiran pemikiran. Mulai dari September 2018, mulai membahas bagaimana pendidikan di Indonesia, dan sampai pada ujungnya pada jati diri dan berlanjut pada pemikiran untuk bangsa. Untuk itu ilmu yang dimiliki baiknya dapat dimanfaatkan dan ditawarkan kepada berbagai pihak dan pada dunia usaha dan masyarakat lokal dan global, hal ini merujuk pada statuta UGM untuk mewujudkan dan menjadi bangsa yang berkeadaban dan berkemajuan” demikian sambutan dari ketua Pagugama.
Dalam kesempatan ini, Prof. Dr. Kaelan, MS, memaparkan materi tentang Undang Undang Dasar Tahun 1945 perubahan telah dianggap jauh dari cita cita kemerdekaan dan Pancasila. UUD Tahun 1945 amandemen ditemukan inkonsisten dan inkoheren, sehingga upaya untuk mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan belum dapat dicapai dengan baik. Sedangkan Prof. Dr. Sofian Effendi, MA., MPIA menyatakan bahwa Pancasila adalah jiwa dari Universitas Gadjah Mada. Apa tugas dari UGM, sebagai universitas Pancasila sudah sangat jelas sekali. Bahwa tugas dari universitas pangkal pendidikan karakter cinta pada kebenaran dan berani mengutarakan kebenaran. Gadjah Mada menjadi universitas pembentukan karakter. Di dalam statuta tentang harapan yang dicantumkan di UGM, jati diri UGM adalah sebagai universitas kerakyatan, perjuangan, nasional, Pancasila, dan kebudayaan. Sampai hari ini belum dijabarkan dan operasionalisasikan. UGM berkomitmen pada pembentukan manusia seutuhnya, pembinaan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni. Dalam rangka pembangunan bangsa dan negara penjelmaan Pancasila, ini tegas sekali apa tugas UGM, misi UGM terhadap Pancasila dan UUD 1945. Tugas UGM dan semua perguruan tinggi di Indonesia adalah melaksanakan pendidikan karakter untuk menghasilkan lulusan cinta kebenaran, dan menginternalisasikan nilai nilai Pancasila, melahirkan disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi yang berparadigma Pancasila, mengevaluasi perencanaan pembangunan nasional sebagai pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila.
Sebagai host seminar Pemikiran Bulaksumur, Prof. Dr. M.Baiquni menyatakan bahwa inti dari Pancasila mewujudkan keadilan sosial. Perkembangan menunjukkan bahwa disamping keadilan sosial, juga terdapat keadilan spasial yaitu keadilan ekologis, dimana elemen makhluk hidup yang lain juga memiliki hak hidup dan eksis dalam ekosistem.
Pemikiran Bulaksumur ini akan dilanjutkan menjadi tradisi akademik kritis yang akan mewadahi dialok lintas disiplin keilmuan maupun lintas generasi, yang difasilitasi Dewan Guru Besar UGM.