Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (DGB UGM) menerima kunjungan rombongan MPR yang diketuai oleh Wakil Ketua MPR, Dr. Sjarifuddin Hasan, MM., MBA , Senin (26/10) di Ruang Multimedia Kantor Pusat UGM. Dalam kunjungan tersebut MPR melakukan focus group discussion (FGD) yang dilakukan secara daring dan luring dalam rangka menyerap aspirasi tentang wacana amandemen UUD 1945 khususnya terkait menghidupkan kembali GBHN.
Sjarifuddin Hasan menyampaikan kepemimpinan MPR saat ini mendapatkan amanah dari MPR periode sebelumnya untuk melanjutkan kajian-kajian mendalam terhadap usulan masyarakat termasuk tentang GBHN. Terdapat sejumlah masukan dari masyarakat maupun stakeholder untuk memasukkan pokok-pokok haluan negara kedalam UUD 1945.
Ia mengungkapkan bahwa di masyarakat berkembang beberapa alternatif pandangan terkait UUD 1945 dan GBHN. Pertama, ada usulan untuk kembali ke UUD 1945 dengan berbagai konsekuensinya. Kedua, tetap bertahan dengan kondisi saat ini. Terkahir, melakukan perubahan terhadap Undang-undang, tetapi dilaksanakan secara terbatas.
“Pandangan-pandangan ini ada plus-minusnya dan memiliki konsekuensi pada ketatanegaraan dan sistem pemerintahan saat ini. Sekarang terjadi dinamika kuat di masyarakat dan ada tanggapan positif dan solusi terbaik seperti apa diserahkan ke masyarakat,” katanya.
Oleh sebab itu, MPR terus meminta masukan dan menyerap aspirasi di masyarakat termasuk ke akademisi perguruan tinggi. Masukan dan usulan yang muncul akan memperkaya proses pengambilan keputusan terkait amandemen UUD 1945 dan GBHN.
“Ambil keputusan terkait isu ini tidak mudah, harus ada komitmen nasional. Karenanya kami ingin banyak mendengar dari kalangan intelektual yang lebih independen dan tidak ada kepentingan politik,” ucapnya.
Ketua Dewan Guru Besar UGM, Prof. Drs. Koentjoro, MBsc., Ph.D menyampaikan bahwa pentingnya Kembali pada UUD 1945, “bahwa kita bekerja dalam satu sistem perundangan yang sama. Lakukan dahulu dengan konsekuen, kalau kurang pas diskusikan dengan Perguruan Tinggi/Guru Besar, diteliti, baru diambil keputusan”.
“UUD 1945 adalah pengatur sistem. GBHN diperlukan sebagai penjuru keinginan yang kita cita-citakan. Dari GBHN inilah kemudian dapat di break down dalam tahapan rezim kepemimpinan. Restruktuisasi perilaku politik. Bekerja dalam satu sistem dalam satu rezim dan Kebebasan adalah penghargaan atas hak orang lain serta Pelibatan Guru Besar dalam penyusunan GBHN (Pelibatan Guru Besar/Perguruan Tinggi dalam UUD 1945 mutlak diperlukan)” tambahnya.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran,dan Kemahasiswaan UGM, Prof. Djagal Wiseso Marseno, dalam sambutannya mengatakan wacana amandemen UUD 1945 merupakan isu yang sangat strategis bagi bangsa dan negara. Melalui FGD ini diharapkan UGM dapat memberikan kontribusi terkait hal tersebut.
“Harapannya dari forum ini bisa memberikan kontribusi atas wacana menghidupkan kembali GBHN,”jelasnya. Dalam FGD tersebut menghadirkan tiga narasumber yakni Guru Besar Fakultas Filsafat UGM, Prof. Dr. Kaelan, MS yang menyampaikan tentang aspek positif GBHN untuk menjaga agar tidak terjadi konsistensi arah dan kebijakan pembangunan antara jenjang nasional dan daerah, antar satu periode pemerintahan dan periode pemerintahan penggantinya.
Berikutnya Pakar Hukum Tatanegara FH UGM, Andy Omara S.H.,MPub & IntLaw, Ph.D., menyebutkan perlunya dilakukan penelitian mendalam dan menyeluruh baik terhadap GBHN maupun terhadap SPPN yang pernah berlaku. Langkah itu perlu diambil agar tepat dalam mengambil keputusan terkait dengan wacana pemberlakuan kembali GBHN yang salah satu alasannya adalah ketidaksinambungan rencana pembangunan selama ini. Terakhir, Guru Besar FEB UGM sekaligus Kepala LLDIKTI Wilayah V, Prof. Dr. Didi Achjari, M.Com, Akt. menyampaikan tentang GBHN sebagai acuan rantai pasok SDM di pendidikan tinggi.